Thursday, March 29, 2007

Kala Anggota DPR Dapat Laptop

Dapat forward-an bagus, humor tentang anggota DPR:

Anggota DPR: "Mba, laptopnya salah."
Customer Service: "Salah gimana pak?"
Anggota DPR: "Laptopnya nggak mau hidup."
CS: "Sudah tekan tombol power pak?"
Anggota DPR: "Tombol powernya sebelah mana mba?"

****

Anggota DPR: "Mba, saya mau konek ke internet nggak bisa, kenapa ya?"
Customer service: "Nggak bisanya kenapa?"
Anggota DPR: "Saya ketik www.playboy. com, gambarnya nggak keluar."
Customer service: "Pesan errornya apa pak?"
Anggota DPR: "Nggak ada pesan error, pokoknya saya ketik playboy.com di
addressnya, nggak muncul gambar sama sekali."

Customer service: "Bapak koneksi internetnya pakai apa, dial up, hotspot?"
Anggota DPR: "Pakai gambar yang ada tulisan e (maksudnya internet
explorer)."
Customer service: "Maksudku, bapak langganan internetnya pakai ISP apa,
lalu cara koneksi internetnya pakai dial-up atau hotspot, mungkin
settingnya ada yang salah."
Anggota DPR: "ISP itu apa sih mba?"
Customer service: "Wah ini sih 50 x 2 pak.."
Anggota DPR: "Apa tuh mba?"
Customer service: "
CAPE' DEH!!"

******

Anggota DPR: "Mba' saya ingin daftar account di
yahoo.com kok nggak bisa
ya?"
Customer service: "Nggak bisa kenapa pak?"
Anggota DPR: "
Ada tulisan, paswort is nat long inof, suld bi mor ten 8
karakter"

Customer service: "Itu maksudnya, password bapak minimal 8 huruf."
Anggota DPR: "Oooo...oke deh.., saya coba dulu." <tunggu beberapa menit>
Anggota DPR: "Mba password minimal delapan huruf itu delapannya pakai
angka 8 atau ejaan delapan?"
Customer service: "Maksudnya?"
Anggota DPR: "Saya suda tulis di kolom password minimal 8 huruf, tapi
bingung mau tulis delapannya, pakai angka delapan atau ejaan huruf
'delapan'."

Customer service: "Ketik ini aja pak..C Spasi D."
Anggota DPR: "Apa tuh?"
Customer service: "
CAPE' DEH !!!"

****

Anggota DPR: "Mba' kalau muter film di laptop, gimana caranya ya?
CS: "
Ada dvd playernya kan pak?"
Anggota DPR: "Sebelah mana tuh mba?"
CS: "Disamping kanan, pak. kalau di tekan tombolnya
nanti, piringan discnya keluar."
Anggota DPR: "Ooooo.... yang keluar itu, piringan disc ya? Udah patah tuh
kemarin."
CS: "Kok bisa patah?"
Anggota DPR: "Saya kira tempat buat naruh gelas minuman."

******

Anggota DPR: "Komputer saya rasanya kena virus"
CS: "Virus apa tuh pak?"
Anggota DPR: "Kurang tahu juga, setiap mau cetak ke printer, selalu ada
tulisan kennot fain printer."
CS: "Itu mungkin salah setting pak."
Anggota DPR: "Settingnya udah bener kok, kemarin aja bisa nyetak, tapi
sekarang nggak bisa. Saya sudah tunjukkin printernya di depan laptop,
tetap aja dia terus-terusan "searchng printer not found." Kayanya
webcamnya rusak, nggak bisa lihat printer."

CS: "Mendadak laper nih Pak, ingin makan tape.."
Anggota DPR: "Lho..kok begitu?"
CS: "TAPE DEH !!!!"

********

Anggota DPR: "Mba, kalau mau baca blognya si artist anu dimana ya?"
CS: "Bapak cari aja di google."
Anggota DPR: "Tapi si artist anu nggak kerja di google kok mba, saya tahu
persis."

Capeeek deeehhh..... ......... .... !!!!

Nama-nama Malaikat dan Tugas-tugasnya

Allah Ta'ala berfirman,

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebaikan, akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, nabi-nabi …" (QS. Al Baqarah : 177)

"Barangsiapa kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan Hari Kemudian, maka orang itu telah sesat sejauh-jauhnya" (QS. An Nisaa' : 136)

Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam bersabda ketika Jibril bertanya kepada beliau tentang iman,

"Hendaklah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman kepada takdir baik dan buruk-Nya" (HR. Muslim no. 8, dari Umar bin Khaththab radhiyallaHu 'anHu)

Dalam hadits shahih yang lain Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam bersabda,

"Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api dan Adam diciptakan dari apa yang telah diciptakan kepada kalian" (HR. Muslim no. 2996, dari 'Aisyah radhiyallaHu 'anHa)

Berikut ini nama beberapat malaikat-malaikat Allah Ta'ala beserta tugas-tugasnya :

  1. Jibril

Adalah malaikat yang diberikan amanat untuk menyampaikan wahyu, turun membawa petunjuk kepada Rasul agar disampaikan kepada umat. Allah Ta'ala berfirman,

"Dan sungguh dia (Muhammad) telah melihatnya (Jibril) di ufuk yang terang" (QS. At Takwiir : 23)

Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam bersabda,

"Aku melihatnya (Jibril) turun dari langit, tubuhnya yang besar menutupi antara langit sampai bumi" (HR. Muslim no. 177, dari 'Aisyah radhiyallaHu 'anHa)

Abdullah bin Mas'ud radhiyallaHu 'anHu menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ShallallaHu 'alaiHi wa sallam melihat jibril memiliki enam ratus sayap (HR. al Bukhari no. 4857)

  1. Mika-il

Dialah yang diserahi tugas mengatur hujan dan tumbuh-tumbuhan dimana semua rizki di dunia ini berkaitan erat dengan keduanya. Terdapat penyebutan Jibril dan Mika-il secara bersamaan dalam satu ayat, Allah Ta'ala berfirman,

"Barangsiapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mika-il, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir" (QS. Al Baqarah : 98)

  1. Israfil

Dia diserahi tugas meniup sangkakala atas perintah Rabb-nya dengan tiga kali tiupan. Pertama adalah tiupan keterkejutan, tiupan kedua adalah tiupan kematian dan tiupan ketiga adalah tiupan kebangkitan.

  1. Malik

Dia adalah penjaga neraka. Allah Ta'ala berfirman,

"Mereka berseru, 'Hai Malik, biarlah Rabb-mu membunuh kami saja'. Dia menjawab, 'Kamu akan tetap tinggal (di Neraka ini)'. Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan diantara kamu benci kepada kebenaran itu" (QS. Az Zukruf : 77-78)

  1. Ridhwan

Dia adalah penjaga Surga. Ada sebagian hadits yang dengan jelas menyebutkan dirinya ( al Bidaayah wan Nihaayah I/45)

6, 7. Munkar dan Nakir

Terdapat penyebutan dengan mereka di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallaHu 'anHu, Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam bersabda,

"Tatkala orang yang mati telah dikubur, datanglah kepadanya dua malaikat yang hitam kebiruan, salah satu diantara keduanya dinamakan Munkar dan yang lainnya dinamakan Nakir" (HR. at Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiih Sunan at Tirmidzi no. 856)

8, 9. Harut dan Marut

Keduanya termasuk malaikat yang namanya tertulis di dalam al Qur'an. Allah Ta'ala berfirman,

" Padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaithan-syaithan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut" (QS. Al Baqarah : 102)

  1. Ar Ra'd

Malaikat ini bertugas mengatur awan. Ibnu Abbas radhiyallaHu 'anHu berkata,

"Orang-orang Yahudi datang menemui Nabi, lalu mereka bertanya, 'Wahai Abul Qasim, kami akan bertanya kepadamu tentang beberapa hal. Jika engkau menjawabnya maka kami akan mengikuti, mempercayai dan beriman kepadamu'.

Mereka bertanya, 'Beritahukan kepada kami tentang ar Ra'd, apakah itu ?'. Beliau menjawab, 'Salah satu malaikat yang diserahi tugas untuk mengatur awan'" (HR. an Nasai, dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam ash Shahihah no. 1872)

  1. 'Izra-il

Penamaannya dengan malaikat maut tidak disebutkan dengan jelas di dalam al Qur'an maupun hadits-hadits yang shahih. Adapun penamaan dirinya dengan 'Izrail terdapat di sebagian atsar . WallaHu a'lam. (al Bidaayah wan Nihaayah I/42)

12, 13. Raqib dan 'Atid

Sebagian ulama menjelaskan bahwa diantara malaikat ada yang benama Raqib dan 'Atid. Allah Ta'ala berfirman,

"Maa yalfizhu min qaulin illaa ladayHi raqiibun 'atiidun" yang artinya "Tidak suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir" (QS. Qaaf : 18)

Namun demikian pendapat ini tidak benar, wallaHu a'lam. Keduanya hanya sifat bagi dua malaikat yang mencatat perbuatan hamba. Makna Raqib dan 'Atid ialah dua malaikat yang hadir, menyaksikan di dekat hamba, bukan dua nama dari dua malaikat (al Bidaayah wan Nihaayah I/35-49)

Maraji' :

Memasuki Dunia Malaikat, Shalahuddin Maqbul Ahmad, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, Syawwal 1427 H/November 2006 M.

HAK ISTERI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2082&bagian=0

[2]. ENGKAU MEMBERINYA PAKAIAN APABILA ENGKAU BERPAKAIAN
Seorang suami haruslah memberikan pakaian kepada isterinya sebagaimana ia
berpakaian. Apabila ia menutup aurat, maka isterinya pun harus menutup
aurat. Hal ini menunjukkan kewajiban setiap suami maupun isteri untuk
menutup aurat. Bagi laki-laki batas auratnya adalah dari pusar hingga ke
lutut (termasuk paha). Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Paha itu aurat." [1]

Sedangkan bagi wanita adalah seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak
tangannya. Termasuk aurat bagi wanita adalah rambut dan betisnya. Jika
auratnya sampai terlihat oleh selain mahramnya, maka ia telah berbuat dosa,
termasuk dosa bagi suaminya karena telah melalaikan kewajiban ini.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda

"Artinya : Ada dua golongan penghuni Neraka, yang belum pernah aku lihat
keduanya, yaitu suatu kaum yang memegang cemeti seperti ekor sapi untuk
mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ia
berjalan berlenggak-lenggok dan kepalanya dicondongkan seperti punuk unta
yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium aroma
Surga, padahal sesungguhnya aroma Surga itu tercium sejauh perjalanan begini
dan begini." [2]

• Beberapa syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam berpakaian (busana)
muslimah yang sesuai dengan syari'at Islam [3], yaitu:

• Menutupi Seluruh Tubuh, Kecuali Wajah Dan Kedua Telapak Tangan.
Allah Ta'ala berfirman:

"Artinya : Wahai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, 'Hendaklah mereka menutupkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu agar mereka lebih
mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang." [Al-Ahzaab : 59]

Juga sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam kepada Asma' binti Abi
Bakar.

"Artinya : Wahai Asma', sesungguhnya apabila seorang wanita telah haidh
(sudah baligh), maka tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini."
Kemudian beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam berisyarat ke wajah dan kedua
telapak tangan beliau. [4]

• Bukan Berfungsi Sebagai Perhiasan.
Allah Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang
biasa terlihat." [An-Nuur : 31]

Juga berdasarkan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Ada tiga golongan, jangan engkau tanya tentang mereka (karena
mereka termasuk orang-orang yang binasa):... dan seorang wanita yang
ditinggal pergi suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan
duniawinya, namun setelah itu ia ber-tabarruj..." [5]

• Kainnya Harus Tebal, Tidak Boleh Tipis (Transparan).
Seorang wanita dilarang memakai pakaian yang ketat atau tipis sehingga
memperlihatkan bentuk tubuhnya.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Artinya : Pada akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian
namun (hakikatnya) mereka telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat
punuk unta. Laknatlah mereka karena sebenarnya mereka itu wanita yang
terlaknat." [6]

• Harus Longgar Dan Tidak Ketat.
Usamah bin Zaid berkata, "Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
memberiku baju Qubthiyah yang tebal (biasanya baju tersebut tipis-pen) yang
merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbi kepada beliau. Baju itu
pun aku pakaikan kepada isteriku. Nabi bertanya, 'Mengapa engkau tidak
mengenakan baju Qubthiyah?' Aku menjawab, 'Aku pakaikan baju itu pada
isteriku.' Lalu Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Perintahkan
ia agar mengenakan baju dalam, karena aku khawatir baju itu masih bisa
menggambarkan bentuk tubuhnya." [7]

• Tidak Memakai Wangi-Wangian (Parfum).
Larangan mempergunakan parfum bagi wanita ini begitu keras, bahkan
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam melarangnya meskipun untuk pergi
ke masjid. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Siapa pun wanita yang memakai wangi-wangian, lalu ia melewati
kaum laki-laki agar tercium baunya, maka ia (seperti) pelacur." [8]

Sedangkan jika isteri menggunakannya di hadapan suaminya, di dalam rumahnya,
maka hal ini dibolehkan —bahkan— dianjurkan berhias untuk suaminya.

• Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki.
Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu berkata.

"Artinya : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang
memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki." [9]

• Tidak Menyerupai Pakaian Wanita-Wanita Kafir.
Sebab dalam syari'at Islam telah ditetapkan bahwa kaum muslimin—muslim dan
muslimah—tidak boleh bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, baik dalam
ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakaian dengan pakaian khas mereka.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk golongan mereka."
[10]

• Bukan Pakaian Syuhrah (Pakaian Untuk Mencari Popularitas)
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhuma, ia berkata,
"Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari
popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya
di hari Kiamat lalu membakarnya dengan api Neraka." [11]

Pakaian syuhrah adalah pakaian yang dipakai untuk meraih popularitas di
tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal, yang dipakai oleh
seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang
bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudan dan
bertujuan untuk riya'. [12]

• Diutamakan Berwarna Gelap (Hitam, Coklat, dll).
Mengenai dianjurkannya pakaian berwarna gelap bagi muslimah adalah
berdasarkan contoh dari para Shahabiyah radhiyallaahu 'anhunna. Mereka
mengenakan pakaian berwarna gelap agar lebih bisa menghindarkan fitnah dari
pakaian yang mereka kenakan. Sangat sempurna apabila jilbab yang dikenakan
seorang wanita berkain tebal dan berwarna gelap.

Di antara hadits yang menyebutkan bahwa pakaian wanita pada zaman Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam berwarna gelap adalah hadits yang
diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallaahu 'anha, ia berkata.

"Artinya : Tatkala ayat ini turun, 'Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya
ke seluruh tubuhnya,' maka wanita-wanita Anshar keluar rumah dalam keadaan
seolah-olah di kepala mereka terdapat burung gagak karena pakaian (jilbab
hitam) yang mereka kenakan." [13]

Syaikh al-Albani rahimahullaah berkata, "Lafazh 'ghirban' adalah bentuk
jamak dari 'ghurab' (burung gagak). Pakaian (jilbab) mereka diserupakan
dengan burung gagak karena warnanya yang hitam."

Beliau juga mengatakan, "Hadits ini dibawakan juga dalam kitab ad-Durr
(V/221) berdasarkan riwayat 'Abdurrazzaq, 'Abdullah bin Humaid, Abu Dawud,
Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih, dari hadits Ummu Salamah
dengan lafazh.

"Lantaran pakaian (jilbab) hitam yang mereka kenakan." [14]

• Dilarang Memakai Pakaian Yang Terdapat Gambar Makhluk Yang Bernyawa.
Larangan Ini Berlaku Untuk Laki-Laki Dan Perempuan.

Jika seorang suami malu dan risih dengan pakaian yang tidak menutup aurat
-dengan celana pendek misalnya- untuk pergi ke kantor, maka hendaknya dia
juga merasa risih ketika mengetahui bahwa isterinya pergi ke pasar, ke
tempat umum atau keluar rumah dengan aurat terbuka. Sehingga orang-orang
yang jahil dan berakhlak buruk turut melihat keindahan tubuh isteri yang
dicintainya.

Seorang suami hendaknya memiliki rasa cemburu dalam masalah ini, karena
kalau tidak, niscaya dia akan menjadi dayyuts (membiarkan kejelekan yang
timbul dalam rumah tangganya), dan ini akan menjadi awal malapetaka yang
dapat menghancurleburkan kehidupan rumah tangga yang telah dibangun dan
dibinanya dengan susah payah.

Seorang suami hendaknya menasihati isterinya dalam masalah pakaian ini
sehingga isterinya tidak melanggar batas-batas yang telah ditetapkan
syari'at dan menyempurnakannya dengan pakaian terbaik menurut syari'at
Islam. Hal ini supaya ia tidak terjebak pada istilah-istilah busana muslim
yang modis dan trendi, yang justru pada hakikatnya merupakan busana yang
terlaknat seperti hal-hal tersebut di atas.

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid
bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II
Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2796, 2797) dari Ibnu
'Abbas dan Jarhad al-Aslami radhiyallaahu 'anhum. Lihat Shahiih al-Jaami'ish
Shaghiir (no. 4280).
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2128), dari Shahabat Abu
Hurairah radhiyallaahu 'anhu.
[3]. Untuk lebih jelasnya, silakan membaca kitab Jilbab al-Mar-atil Muslimah
(Jilbab Wanita Muslimah) yang ditulis oleh Syaikh Mu-
hammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah dan kutaib an-Nisaa' wal Mauzhah
wal Aziyaa' oleh Khalid bin 'Abdurrahman asy-Syayi' cet. Darul Wathan
Riyadh, diterjemahkan dengan judul "Bahaya Mode".
[4]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4104), dari 'Aisyah
radhiyallaahu 'anha. Lihat takhrij lengkap hadits ini dalam kitab ar-Raddul
Mufhim (Hal. 79-102) oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah.
Beliau menghasankan hadits ini dengan takhrij ilmiah menurut kaidah ulama
ahli hadits.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Hakim (I/119) dan Ahmad (VI/19),
dari Shahabat Fadhalah bin 'Ubaid radhiyallaahu 'anhu. Lihat Shahiih
al-Jaami'ish Shaghiir (no. 3058).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu'jamush
Shaghiir (I/127-128) dari hadits Ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhuma.
[7]. Diriwayatkan oleh adh-Dhiya' al-Maqdisi dalam kitab al-Hadits
al-Mukhtarah (I/441).
[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/414, 418), an-Nasa'i
(VIII/153), Abu Dawud (no. 4173) dan at-Tirmidzi (no. 2786), dari Abu Musa
radhiyallaahu 'anhu.
[9]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4098), Ibnu Majah (no.
1903), al-Hakim (IV/194) dan Ahmad (II/325), dari Abu Hurairah radhiyallaahu
'anhu. Lihat Jilbaab al-Mar-atil Muslimah (hal. 141) oleh Syaikh al-Albani
rahimahullaah.
[10]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4031), Ahmad (II/50,
92), dari Ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhuma. Lihat Shahiihul Jaami' (no.
6149) dan Jilbaab al-Mar-atil Muslimah (hal. 203-204).
[11]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4029) dan Ibnu Majah
(no. 3607), dari Shahabat Ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhuma. Lihat Jilbaab
al-Mar-atil Muslimah (hal. 213)
[12]. Jilbab al-Mar'atil Muslimah (hal. 213).
[13]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4101).
[14]. Lihat Jilbab al-Mar-atil Muslimah (hal. 82-83).
Sebagian ulama membolehkan seorang muslimah memakai pakaian selain warna
hitam. Akan tetapi harus diingat bahwa warna selain hitam tersebut bukan
sebagai perhiasan seperti yang dilakukan para muslimah sekarang ini. Dimana
mereka mengenakan pakaian dengan warna dan model yang beraneka ragam
sehingga menarik perhatian orang banyak.

HAK ISTERI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2081&bagian=0

Ketika jenjang pernikahan sudah dilewati, maka suami dan isteri haruslah
saling memahami kewajiban-kewajiban dan hak-haknya agar tercapai
keseimbangan dan keserasian dalam membina rumah tangga yang harmonis.

Di antara kewajiban-kewajiban dan hak-hak tersebut adalah seperti yang
tersurat dalam sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, dari Shahabat
Mu'awiyah bin Haidah bin Mu'awiyah al-Qusyairi radhiyallaahu 'anhu
bahwasanya dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam,
"Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?"
Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab:

1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan,
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau ber-pakaian,
3. Janganlah engkau memukul wajahnya,
4. Janganlah engkau menjelek-jelekkannya, dan
5. Janganlah engkau meninggalkannya melainkan di dalam rumah (yakni jangan
berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah)." [1]

[1]. ENGKAU MEMBERINYA MAKAN APABILA ENGKAU MAKAN
Memberi makan merupakan istilah lain dari memberi nafkah. Memberi nafkah ini
telah diwajibkan ketika sang suami akan melaksanakan 'aqad nikah, yaitu
dalam bentuk mahar, seperti yang tersurat dalam Al-Qur'an, surat al-Baqarah
ayat 233.

Allah berfirman

"Artinya : …Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan
cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya."
[Al-Baqarah : 233]

Bahkan ketika terjadi perceraian, suami masih berkewajiban memberikan nafkah
kepada isterinya selama masih dalam masa 'iddahnya dan nafkah untuk mengurus
anak-anaknya. Barangsiapa yang hidupnya pas-pasan, dia wajib memberikan
nafkah menurut kemampuannya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Artinya : ...Dan orang yang terbatas rizkinya, hendaklah memberi nafkah
dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang
melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak
akan memberikan kelapangan setelah kesempitan." [Ath-Thalaq : 7]

Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban seseorang untuk memberikan nafkah,
meskipun ia dalam keadaan serba kekurangan, tentunya hal ini disesuaikan
dengan kadar rizki yang telah Allah berikan kepada dirinya.

Berdasarkan ayat ini pula, memberikan nafkah kepada isteri hukumnya adalah
wajib. Sehingga dalam mencari nafkah, seseorang tidak boleh bermalas-malasan
dan tidak boleh menggantungkan hidupnya kepada orang lain serta tidak boleh
minta-minta kepada orang lain untuk memberikan nafkah kepada isteri dan
anaknya. Sebagai kepala rumah tangga, seorang suami harus memiliki usaha dan
bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai kemampuannya.

Perbuatan meminta-minta menurut Islam adalah perbuatan yang sangat hina dan
tercela. Burung saja, yang diciptakan oleh Allah 'Azza wa Jalla tidak
sesempurna manusia yang dilengkapi dengan kemampuan berpikir dan tenaga yang
jauh lebih besar, tidak pernah meminta-minta dalam mencari makan dan
memenuhi kebutuhannya. Dia terbang pada pagi hari dalam keadaan perutnya
kosong, dan kembali ke sarangnya pada sore hari dengan perut yang telah
kenyang. Demikianlah yang dilakukannya setiap hari, meski hanya berbekal
dengan sayap dan paruhnya.

Dalam mencari rizki, seseorang hendaknya berikhtiar (usaha) terlebih dahulu,
kemudian bertawakkal (menggantungkan harapan) hanya kepada Allah,
sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan
sungguh-sungguh, maka sungguh kalian akan diberikan rizki oleh Allah
sebagaimana Dia memberikan kepada burung. Pagi hari burung itu keluar dalam
keadaan kosong perutnya, kemudian pulang di sore hari dalam keadaan
kenyang." [2]

Seorang suami juga harus memperhatikan rizki-rizki yang halal dan thayyibah,
untuk diberikan kepada isteri dan anaknya. Bukan dengan cara-cara yang
tercela dan dilarang oleh syari'at Islam yang mulia. Sesungguhnya Allah
'Azza wa Jalla tidak akan menerima dari sesuatu yang haram. Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.
Sesungguhnya Allah Ta'ala memerintahkan kepada kaum mukminin seperti yang
Dia perintahkan kepada para Rasul. Maka, Allah berfirman: 'Hai Rasul-Rasul,
makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih."
[Al-Mukminuun : 51]

Dan Allah Ta'ala berfirman.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang
baik-baik yang Kami berikan kepada kalian." [Al-Baqarah : 172]

Kemudian Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan orang yang
lama bepergian; rambutnya kusut; berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya
ke langit, 'Yaa Rabb-ku, yaa Rabb-ku,' padahal makanannya haram, minumannya
haram, pakaiannya haram, dan diberi kecukupan dengan yang haram, bagaimana
do'anya akan dikabulkan?" [3]

Nafkah yang diberikan sang suami kepada isterinya, lebih besar nilainya di
sisi Allah 'Azza wa Jalla dibandingkan dengan harta yang diinfaqkan
(meskipun) di jalan Allah 'Azza wa Jalla atau diinfaqkan kepada orang miskin
atau untuk memerdekakan seorang hamba.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Uang yang engkau infaqkan di jalan Allah, uang yang engkau
infaqkan untuk memerdekakan seorang hamba (budak), uang yang engkau infaqkan
untuk orang miskin, dan uang yang engkau infaqkan untuk keluargamu, maka
yang lebih besar ganjarannya adalah uang yang engkau infaqkan kepada
keluargamu." [4]

Setiap yang dinafkahkan oleh seorang suami kepada isterinya akan diberikan
ganjaran oleh Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam:

"Artinya : ...Dan sesungguhnya, tidaklah engkau menafkahkan sesuatu dengan
niat untuk mencari wajah Allah, melainkan engkau diberi pahala dengannya
sampai apa yang engkau berikan ke mulut isterimu akan mendapat ganjaran."
[5]

Seorang suami yang tidak memberikan nafkah kepada isteri dan anak-anaknya,
maka ia berdosa. Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Artinya : Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang
yang wajib ia beri makan (nafkah)." [6]

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid
bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II
Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2142), Ibnu Majah (no.
1850), Ahmad (IV/447, V/3, 5), Ibnu Hibban (no. 1286, al-Mawaarid),
al-Baihaqi (VII/295, 305, 466-467), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah
(IX/159-160), dan an-Nasa'i dalam 'Isyratun Nisaa' (no. 289) dan dalam
Tafsiir an-Nasa'i (no. 124). Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan
disetujui oleh adz-Dzahabi.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2344), Ahmad (I/30),
Ibnu Majah (no. 4164), at-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih."
Dishahihkan juga oleh al-Hakim (IV/318), dari 'Umar bin al-Khaththab
radhiyallaahu 'anhu.
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1015), at-Tirmidzi (no.
2989), Ahmad (II/328) dan ad-Darimi (II/300), dari Shahabat Abu Hurairah
radhiyallaahu 'anhu.
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 995), dari Shahabat Abu
Hurairah radhiyallaahu 'anhu.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1295) dan Muslim (no.
1628), dari Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallaahu 'anhu.
[6]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1692), dari Shahabat
'Abdullah bin 'Amr radhiyallaahu 'anhuma. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh
al-Albani dalam Shahiih Sunan Abi Dawud (V/376, no. 1485).

Thursday, March 22, 2007

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI MENURUT SYARI'AT ISLAM YANG MULIA

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2080

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam senantiasa menganjurkan kaum muda
untuk menyegerakan me-nikah sehingga mereka tidak berkubang dalam
kemak-siatan, menuruti hawa nafsu dan syahwatnya. Karena, banyak sekali
keburukan akibat menunda pernikahan. Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda:

"Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah,
maka menikahlah! Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia shaum (puasa) karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya."[1]

Anjuran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk segera menikah
mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, di
antaranya:

[1]. Melaksanakan Perintah Allah Ta'ala.
[2]. Melaksanakan Dan Menghidupkan Sunnah Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa
Sallam.
[3]. Dapat Menundukkan Pandangan.
[4]. Menjaga Kehormatan Laki-Laki Dan Perempuan.
[5]. Terpelihara Kemaluan Dari Beragam Maksiat.

Dengan menikah, seseorang akan terpelihara dari perbuatan jelek dan hina,
seperti zina, kumpul kebo, dan lainnya. Dengan terpelihara diri dari
berbagai macam perbuatan keji, maka hal ini adalah salah satu sebab
dijaminnya ia untuk masuk ke dalam Surga.

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Barangsiapa yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir
(lisan)nya dan di antara dua paha (ke-maluan)nya, aku akan jamin ia masuk ke
dalam Surga." [2]

[6]. Ia Juga Akan Termasuk Di Antara Orang-Orang Yang Ditolong Oleh Allah.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan
yang ditolong oleh Allah, yaitu orang yang menikah untuk memelihara dirinya
dan pandangannya, orang yang berjihad di jalan Allah, dan seorang budak yang
ingin melunasi hutangnya (menebus dirinya) agar merdeka (tidak menjadi budak
lagi). Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah:
(1) mujahid fi sabilillah, (2) budak yang menebus dirinya agar merdeka, dan
(3) orang yang menikah karena ingin memelihara kehor-matannya." [3]

[7]. Dengan Menikah, Seseorang Akan Menuai Ganjaran Yang Banyak.
Bahkan, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwa
seseorang yang bersetubuh dengan isterinya akan mendapatkan ganjaran. Beliau
bersabda,

"Artinya : ... dan pada persetubuhan salah seorang dari kalian adalah
shadaqah..." [4]

[8]. Mendatangkan Ketenangan Dalam Hidupnya
Yaitu dengan terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
Sebagaimana firman Allah 'Azza wa Jalla:

"Artinya : Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir." [Ar-Ruum : 21]

Seseorang yang berlimpah harta belum tentu merasa tenang dan bahagia dalam
kehidupannya, terlebih jika ia belum menikah atau justru melakukan pergaulan
di luar pernikahan yang sah. Kehidupannya akan dihantui oleh kegelisahan.
Dia juga tidak akan mengalami mawaddah dan cinta yang sebenarnya,
sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam:

"Artinya : Tidak pernah terlihat dua orang yang saling mencintai seperti
(yang terlihat dalam) pernikahan." [5]

Cinta yang dibungkus dengan pacaran, pada hakikatnya hanyalah nafsu syahwat
belaka, bukan kasih sayang yang sesungguhnya, bukan rasa cinta yang
sebenarnya, dan dia tidak akan mengalami ketenangan karena dia berada dalam
perbuatan dosa dan laknat Allah. Terlebih lagi jika mereka hidup berduaan
tanpa ikatan pernikahan yang sah. Mereka akan terjerumus dalam lembah
perzinaan yang menghinakan mereka di dunia dan akhirat.

Berduaan antara dua insan yang berlainan jenis merupakan perbuatan yang
terlarang dan hukumnya haram dalam Islam, kecuali antara suami dengan isteri
atau dengan mahramnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa
sallam:

"Artinya : angan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang
wanita, kecuali si wanita itu bersama mahramnya." [6]

Mahram bagi laki-laki di antaranya adalah bapaknya, pamannya, kakaknya, dan
seterusnya. Berduaan dengan didampingi mahramnya pun harus ditilik dari
kepen-tingan yang ada. Jika tujuannya adalah untuk ber-pacaran, maka
hukumnya tetap terlarang dan haram karena pacaran hanya akan mendatangkan
kegelisahan dan menjerumuskan dirinya pada perbuatan-perbuatan terlaknat.
Dalam agama Islam yang sudah sempurna ini, tidak ada istilah pacaran meski
dengan dalih untuk dapat saling mengenal dan memahami di antara kedua calon
suami isteri.

Sedangkan berduaan dengan didampingi mahramnya dengan tujuan meminang
(khitbah), untuk kemudian dia menikah, maka hal ini diperbolehkan dalam
syari'at Islam, dengan ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan pula oleh
syari'at.

[9]. Memiliki Keturunan Yang Shalih
Setiap orang yang menikah pasti ingin memiliki anak. Dengan menikah –dengan
izin Allah— ia akan mendapatkan keturunan yang shalih, sehingga menjadi aset
yang sangat berharga karena anak yang shalih akan senantiasa mendo'akan
kedua orang tuanya, serta dapat menjadikan amal bani Adam terus mengalir
meskipun jasadnya sudah berkalang tanah di dalam kubur.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga
hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang
mendo'akannya." [7]

[10]. Menikah Dapat Menjadi Sebab Semakin Banyaknya Jumlah Ummat Nabi
Muhammad Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam
Termasuk anjuran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah menikahi
wanita-wanita yang subur, supaya ia memiliki keturunan yang banyak.

Seorang yang beriman tidak akan merasa takut dengan sempitnya rizki dari
Allah sehingga ia tidak membatasi jumlah kelahiran. Di dalam Islam,
pembatasan jumlah kelahiran atau dengan istilah lain yang menarik (seperti
"Keluarga Berencana") hukumnya haram dalam Islam. Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam justru pernah mendo'akan seorang Shahabat beliau, yaitu
Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu, yang telah membantu Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam selama sepuluh tahun dengan do'a:

"Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya dan berkahilah baginya dari
apa-apa yang Engkau anugerahkan padanya." [8]

Dengan kehendak Allah, dia menjadi orang yang paling banyak anaknya dan
paling banyak hartanya pada waktu itu di Madinah. Kata Anas, "Anakku,
Umainah, menceritakan kepadaku bahwa anak-anakku yang sudah meninggal dunia
ada 120 orang pada waktu Hajjaj bin Yusuf memasuki kota Bashrah." [9]

Semestinya seorang muslim tidak merasa khawatir dan takut dengan banyaknya
anak, justru dia merasa bersyukur karena telah mengikuti Sunnah Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam yang mulia. Allah 'Azza wa Jalla akan
memudahkan baginya dalam mendidik anak-anaknya, sekiranya ia
bersungguh-sungguh untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagi Allah 'Azza
wa Jalla tidak ada yang mustahil.

Di antara manfaat dengan banyaknya anak dan keturunan adalah:
1. Mendapatkan karunia yang sangat besar yang lebih tinggi nilainya dari
harta.
2. Menjadi buah hati yang menyejukkan pandangan.
3. Sarana untuk mendapatkan ganjaran dan pahala dari sisi Allah.
4. Di dunia mereka akan saling menolong dalam ke-bajikan.
5. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
6. Do'a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah
tidak bisa lagi beramal (telah meninggal dunia).
7. Jika ditakdirkan anaknya meninggal ketika masih kecil/belum baligh -insya
Allah- ia akan menjadi syafa'at (penghalang masuknya seseorang ke dalam
Neraka) bagi orang tuanya di akhirat kelak.
8. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api Neraka, manakala
orang tuanya mampu men-jadikan anak-anaknya sebagai anak yang shalih atau
shalihah.
9. Dengan banyaknya anak, akan menjadi salah satu sebab kemenangan kaum
muslimin ketika jihad fi sabilillah dikumandangkan karena jumlahnya yang
sangat banyak.
10. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bangga akan jumlah ummatnya
yang banyak.

Anjuran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam ini tentu tidak
bertentangan dengan manfaat dan hikmah yang dapat dipetik di dalamnya.
Meskipun kaum kafir tiada henti-hentinya menakut-nakuti kaum muslimin
sepuaya mereka tidak memiliki banyak anak dengan alasan rizki, waktu, dan
tenaga yang terbatas untuk mengurus dan memperhatikan mereka. Padahal, bisa
jadi dengan adanya anak-anak yang menyambutnya ketika pulang dari bekerja,
justru akan membuat rasa letih dan lelahnya hilang seketika. Apalagi jika ia
dapat bermain dan bersenda gurau dengan anak-anaknya. Masih banyak lagi
keutamaan memiliki banyak anak, dan hal ini tidak bisa dinilai dengan harta.

Bagi seorang muslim yang beriman, ia harus yakin dan mengimani bahwa
Allah-lah yang memberikan rizki dan mengatur seluruh rizki bagi hamba-Nya.
Tidak ada yang luput dari pemberian rizki Allah 'Azza wa Jalla, meski ia
hanya seekor ikan yang hidup di lautan yang sangat dalam atau burung yang
terbang menjulang ke langit. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Artinya : Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan
semuanya dijamin Allah rizkinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan
tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh)." [Huud : 6]

Pada hakikatnya, perusahaan tempat bekerja hanyalah sebagai sarana datangnya
rizki, bukan yang memberikan rizki. Sehingga, setiap hamba Allah 'Azza wa
Jalla diperintahkan untuk berusaha dan bekerja, sebagai sebab datangnya
rizki itu dengan tetap tidak berbuat maksiat kepada Allah 'Azza wa Jalla
dalam usahanya mencari rizki. Firman Allah 'Azza wa Jalla:

Artinya : "Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia
menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya." [Ath-Thalaq : 4]

Jadi, pada dasarnya tidak ada alasan apa pun yang membenarkan seseorang
membatasi dalam memiliki jumlah anak, misalnya dengan menggunakan alat
kontrasepsi, yang justru akan membahayakan dirinya dan suaminya, secara
medis maupun psikologis

APABILA BELUM DIKARUNIAI ANAK

Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Mahaadil, Maha Mengetahui, dan
Mahabijaksana meng-anugerahkan anak kepada pasangan suami isteri, dan ada
pula yang tidak diberikan anak. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Artinya : Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa
yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia
kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki,
atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan
mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa."
[Asy-Syuuraa : 49-50]

Apabila sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama namun ditakdirkan
oleh Allah belum memiliki anak, maka janganlah ia berputus asa dari rahmat
Allah 'Azza wa Jalla. Hendaklah ia terus berdo'a sebagaimana Nabi Ibrahim
'alaihis salaam dan Zakariya 'alaihis salaam telah berdo'a kepada Allah
sehingga Allah 'Azza wa Jalla mengabulkan do'a mereka.

Do'a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam
Al-Qur'an, yaitu:

"Ya Rabb-ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang yang shalih." [Ash-Shaaffaat : 100]

"...Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi
orang-orang yang bertaqwa." [Al-Furqaan : 74]

"...Ya Rabb-ku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa
keturunan) dan Engkau-lah ahli waris yang terbaik." [Al-Anbiyaa' : 89]

"...Ya Rabb-ku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar do'a." [Ali 'Imran : 38]

Suami isteri yang belum dikaruniai anak, hendaknya ikhtiar dengan berobat
secara medis yang dibenarkan menurut syari'at, juga menkonsumsi obat-obat,
makanan dan minuman yang menyuburkan. Juga dengan meruqyah diri sendiri
dengan ruqyah yang diajarkan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan terus
menerus istighfar (memohon ampun) kepada Allah atas segala dosa. Serta
senantiasa berdo'a kepada Allah di tempat dan waktu yang dikabulkan. Seperti
ketika thawaf di Ka'bah, ketika berada di Shafa dan Marwah, pada waktu sa'i,
ketik awuquf di Arafah, berdo'a di sepertiga malam yang akhir, ketika sedang
berpuasa, ketika safar, dan lainnya.[10]

Apabila sudah berdo'a namun belum terkabul juga, maka ingatlah bahwa semua
itu ada hikmahnya. Do'a seorang muslim tidaklah sia-sia dan Insya Allah akan
menjadi simpanannya di akhirat kelak.

Janganlah sekali-kali seorang muslim berburuk sangka kepada Allah! Hendaknya
ia senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Apa yang Allah takdirkan baginya,
maka itulah yang terbaik. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyayang kepada
hamba-hambaNya, Mahabijaksana dan Mahaadil.

Bagi yang belum dikaruniai anak, gunakanlah kesempatan dan waktu untuk
berbuat banyak kebaikan yang sesuai dengan syari'at, setiap hari membaca
Al-Qur-an dan menghafalnya, gunakan waktu untuk membaca buku-buku tafsir dan
buku-buku lain yang bermanfaat, berusaha membantu keluarga, kerabat
terdekat, tetangga-tetangga yang sedang susah dan miskin, mengasuh anak
yatim, dan sebagainya.

Mudah-mudahan dengan perbuatan-perbuatan baik yang dikerjakan dengan ikhlas
mendapat ganjaran dari Allah di dunia dan di akhirat, serta dikaruniai
anak-anak yang shalih.

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid
bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II
Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/378, 425, 432), al-Bukhari
(no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i
(VI/56, 57), ad-Darimi (II/132), Ibnu Jarud (no. 672) dan al-Baihaqi
(VII/77), dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu 'anhu.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6474, 6807), dari Sahl
bin Sa'ad radhiyallaahu 'anhu.
[3]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/251), an-Nasa-i (VI/61),
at-Tirmidzi (no. 1655), Ibnu Majah (no. 2518) dan al-Hakim (II/160, 161),
dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu. Lihat al-Misykah (no. 3089).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1006), al-Bukhari dalam
al-Adaabul Mufrad (no. 227), Ahmad (V/167, 168), Ibnu Hibban (no.
4155—at-Ta'liiqatul Hisaan) dan al-Baihaqi (IV/188), dari Abu Dzarr
radhiyallaahu 'anhu.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1847), al-Hakim
(II/160), al-Baihaqi (VII/78) dari Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma. Lihat
Silsilah ash-Shahiihah (no. 624).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/26, 222), al-Bukhari (no.
1862) dan Muslim (no. 1341) dan lafazh ini menurut riwayat Muslim, dari
Sahabat Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma
[7]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1631), al-Bukhari dalam
al-Adabul Mufrad (no. 38), Abu Dawud (no. 2880), an-Nasa'i (VI/251),
at-Tirmidzi (no. 1376, Ibnu Khuzaimah (no. 2494), Ibnu Hibban (no. 3016) dan
lainnya, dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu. Lihat Irwaa'ul Ghaliil (no.
1580).
[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6334, 6344, 6378,
6380) dan Muslim (no. 2480, 2481).
[9]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1982). Lihat Fat-hul
Baari (IV/228-229).
[10]. Untuk lebih jelasnya, bacalah buku penulis: "Do'a & Wirid".

SYIRIK DAN MACAM-MACAMNYA[1]

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1740&bagian=0

DEFINISI SYIRIK

Syirik yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam Rububiyyah dan
Uluhiyyah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Umumnya menyekutukan dalam
Uluhiyyah Allah, yaitu hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah,
seperti berdo'a kepada selain Allah disamping berdo'a kepada Allah,
atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban),
bernadzar, berdo'a dan sebagainya kepada selainNya.

Karena itu, barangsiapa menyembah selain Allah berarti ia meletakkan
ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak
berhak, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezhaliman yang besar"[ Luqman: 13]

Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik kepadaNya, jika
ia meninggal dunia dalam kemusyrikannya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa
yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar".[An-Nisaa': 48]

Surga-pun Diharamkan Atas Orang Musyrik.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan)
Allah, maka pasti Allah mengharamkan Surga kepadanya, dan tempatnya
ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang
penolong pun"[ Al-Maa'idah: 72]

Syirik Menghapuskan Pahala Segala Amal Kebaikan.
Allah Azza wa Jalla berfirman.

"Artinya : Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah
dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan"[Al-An'aam: 88]

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(Nabi-Nabi) sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya
akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi"[Az-Zumar: 65]

Orang Musyrik Itu Halal Darah Dan Hartanya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : ...Maka bunuhlah orang-orang musyirikin dimana saja kamu
jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di
tempat pengintaian..."[At-Taubah: 5]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka
bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq melainkan Allah dan bahwa
Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Jika
mereka telah melakukan hal tersebut, maka darah dan harta mereka aku
lindungi kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka ada pada Allah Azza
wa jalla"[2]

Syirik adalah dosa besar yang paling besar, kezhaliman yang paling
zhalim dan kemungkaran yang paling mungkar.

JENIS-JENIS SYIRIK

Syirik Ada Dua Jenis : Syirik Besar dan Syirik Kecil.

[1]. Syirik Besar
Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan
menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia dan belum
bertaubat daripadanya.

Syirik besar adalah memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain
Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah atau mendekatkan diri
kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah,
baik untuk kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain
Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.

Syirik Besar Itu Ada Empat Macam.

[a]. Syirik Do'a, yaitu di samping dia berdo'a kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala, ia juga berdo'a kepada selainNya. [3]

[b]. Syirik Niat, Keinginan dan Tujuan, yaitu ia menunjukkan suatu
ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta'ala [4]

[c]. Syirik Ketaatan, yaitu mentaati kepada selain Allah dalam hal
maksiyat kepada Allah [5]

[d]. Syirik Mahabbah (Kecintaan), yaitu menyamakan selain Allah dengan
Allah dalam hal kecintaan. [6]

[2]. Syirik Kecil
Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam,
tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan wasilah (perantara) kepada
syirik besar.

Syirik Kecil Ada Dua Macam.

[a]. Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk
ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan
nama selain Allah.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia
telah berbuat kufur atau syirik"[7]

Qutailah Radhiyallahuma menuturkan bahwa ada seorang Yahudi yang
datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan berkata:
"Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan syirik. Kamu
mengucapkan: "Atas kehendak Allah dan kehendakmu" dan mengucapkan:
"Demi Ka'bah". Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan
para Shahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan, "Demi Allah
Pemilik Ka'bah" dan mengucapkan: "Atas kehendak Allah kemudian atas
kehendakmu"[8]

Syirik dalam bentuk ucapan, yaitu perkataan.
"Kalau bukan karena kehendak Allah dan kehendak fulan"
Ucapan tersebut salah, dan yang benar adalah.
"Kalau bukan karena kehendak Allah, kemudian karena kehendak si fulan"

Kata (kemudian) menunjukkan tertib berurutan, yang berarti menjadikan
kehendak hamba mengikuti kehendak Allah.[9]

[b]. Syirik Khafi (Tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan
niat, seperti riya' (ingin dipuji orang) dan sum'ah (ingin didengar
orang) dan lainnya.

Rasulullah Shallallahu ¡Â¥alaihi wa sallam bersabda.

"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik
kecil. "Mereka (para Shahabat) bertanya: "Apakah syirik kecil itu, ya
Rasulullah?" .Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Yaitu
riya'"[10]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid
bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor
16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Lihat ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 74-80) oleh Syaikh Shalih bin
Fauzan al-Fauzan.
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 25) dan Muslim (no. 22), dari Shahabat Ibnu
‘Umar Radhiyallahu 'anhuma.
[3]. Lihat QS. Al-Ankabut: 65.
[4]. Lihat QS. Huud: 15-16.
[5]. Lihat QS. At-Taubah: 31.
[6]. Lihat QS. Al-Baqarah: 165.
[7]. HR. At-Tirmidzi (no. 1535) dan al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad
(II/34, 69, 86) dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma.
Al-Hakim berkata: â€Å“Hadits ini shahih menurut syarat al-Bukhari dan
Muslim.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[8]. Lihat HR. An-Nasa'i (VII/6) dan Amalul Yaum wal Lailah no. 992,
al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam al-Ishaabah (IV/389):
'Hadits ini shahih, dari Qutailah Radhiyallahu 'anhuma, wanita dari
Juhainah Radhiyallahu anha. Lihat Fat-hul Majiid Syarh Kitabit Tauhid
(bab 41 dan 43), lihat juga di Silsilah al-Ahaadits as-Shahiihah (no.
2042).
[9]. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam surat at-Takwir: 29.
[10].HR. Ahmad (V/428-429) dari Shahabat Mahmud bin Labid Radhiyallahu
'anhu. Berkata Imam al-Haitsami di dalam Majma'uz Zawaa'ij (I/102):
"Rawi-rawinya shahih". Dan diriwayatkan juga oleh ath-Thabrani dalam
Mu'jamul Kabiir (no. 4301), dari Shahabat Rafi¡' bin Khadiij
Radhiyallahu 'anhu. Imam al-Haitsami dalam Majma'uz Zawaa-ij (X/222)
berkata: "Rawi-rawinya shahih" Dan hadits ini dihasankan oleh Ibnu
Hajar al-Atsqalani dalam Bulughul Maram. Dishahihkan juga oleh Syaikh
Ahmad Muham-mad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 23521 dan
23526).

Tuesday, March 13, 2007

SEPULUH KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK

Oleh
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2069&bagian=0

Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua
bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tidak sedikit kesalahan dan kelalaian
dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan
malapetaka besar ; dan termasuk menghianati amanah Allah.

Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah
itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat. Bagi seorang anak, sebelum
mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan
pendidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototype kedua orang
tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan
tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik
anak-anak.

BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh anak-anaknya. Demikian
pula anak, juga mempunyai hak yang wajib dipikul oleh kedua orang tuanya.
Disamping Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua.
Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan) kepada anak-anak
serta bersungguh-sungguh dalam mendidiknya. Demikian ini termasuk bagian
dari menunaikan amanah Allah. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk
perbuatan khianat terhadap amanah Allah. Banyak nash-nash syar'i yang
mengisyaratkannya. Allah berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya" [An-Nisa : 58]

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhamamd) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui" [Al-Anfal : 27]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung
jawaban terhadap yang dipimpin. Maka, seorang imam adalah pemimpin dan
bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin
bagi keluarganya dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya" [Hadits
Riwayat Al-Bukhari]

"Artinya : Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin lalu ia mati
(sedangkan pada) hari kematiannya dalam keadaan mengkhianati amanahnya itu,
niscaya Allah mengharamkan sorga bagianya" [Hadits Riwayat Al-Bukhari]

SEPULUH KESALAHAN DALAM MEDIDIK ANAK
Meskipun banyak orang tua yang mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan
tanggung jawab yang besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan
menganggap remeh masalah ini. Sehingga mengabaikan masalah pendidikan anak
ini, sedikitpun tidak menaruh perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya.

Baru kemudian, ketika anak-anak berbuat durhaka, melawan orang tua, atau
menyimpang dari aturan agama dan tatanan sosial, banyak orang tua mulai
kebakaran jenggot atau justru menyalahkan anaknya. Tragisnya, banyak yang
tidak sadar, bahwa sebenarnya orang tuanyalah yang menjadi penyebab utama
munculnya sikap durhaka itu.

Lalai atau salah dalam mendidik anak itu bermacam-macam bentuknya ; yang
tanpa kita sadari memberi andil munculnya sikap durhaka kepada orang tua,
maupun kenakalan remaja.

Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua
dalam mendidik anak-anaknya.

[1]. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak
Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti
menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin dan
lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut : Takut pada
bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu
ditakuti. Misalnya takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena
seringnya mendengar cerita-cerita tentang hantu, jin dan lain-lain.

Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut
kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan
ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita
bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut.
Bukannya justru menakut-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta
membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak-anak semakin keras tangisnya, dan
akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.

[2]. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang
Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap
tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak
harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap
berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu
harus ditakuti. Misalnya : takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak
suka kepada anak yang suka berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas
yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam
mengamalkan kebenaran.

[3]. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-foya, Bermewah-mewah Dan Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka
kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak
peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak
fitrah, membunuh sikap istiqomah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakah
muru'ah (harga diri) dan kebenaran.

[4]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak
Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya,
tanpa memikirkan baik dan buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang
diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya.
Misalnya si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang
lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan
menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala
permintaanya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada
nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang
tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.

[5]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak, Ketika Menangis, Terutama Anak Yang
Masih Kecil.
Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita
menolaknya karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan
senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi
permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti menangis. Hal
ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati
diri.

[6]. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas
Kewajaran.
Misalnya dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan
cacian, ataupun dengan cara-cara keras lainnya. Ini kadang terjadi ketika
sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali
melakukannya.

[7]. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran
Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga
anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya mendorong
anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan bebagai cara. Misalnya :
dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang
lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan anaknya ke panti asuhan
untuk mengurangi beban dirinya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya,
karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Naa'udzubillah mindzalik

[8]. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari
Kasih Sayang Diluar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus
ke dalam pergaulan bebas –waiyadzubillah-. Seorang anak perempuan misalnya,
karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari
laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan
perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan
sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.

[9]. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja.
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik
untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang
baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang
berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar
beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak
tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian
dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia
akan mencarinya dari orang lain.

[10]. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya.
Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang
dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal
teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada
anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau
gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak
kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang
tersisa hanyalan penyesalan tak berguna.

Demikianlah sepuluh kesalahan yang sering dilakukan orang tua. Yang mungkin
kita juga tidak menyadari bila telah melakukannya. Untuk itu, marilah
berusaha untuk terus menerus mencari ilmu, terutama berkaitan dengan
pendidikan anak, agar kita terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam mendidik
anak, yang bisa menjadi fatal akibatnya bagi masa depan mereka. Kita selalu
berdo'a, semoga anak-anak kita tumbuh menjadi generasi shalih dan shalihah
serta berakhlak mulia. Wallahu a'lam bishshawab.

[Disadur oleh Ummu Shofia dari kitab At-Taqshir Fi Tarbiyatil Aulad,
Al-Mazhahir Subulul Wiqayati Wal Ilaj, Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1424H/20004M, Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Jl Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton,
Gondangrejo – Solo]

RUKUN MUDHARABAH

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2072

Mudharabah, sebagaimana juga jenis pengelolaan usaha lainnya, memiliki tiga
rukun.

Pertama : Adanya dua pelaku atau lebih, yaitu investor (pemilik modal) dan
pengelola (mudharib)
Kedua : Objek transaksi kerjasama, yaitu modal, usaha dan keuntungan.
Ketiga : Pelafalan perjanjian

Sedangkan Imam Asy-Syarbini di dalam Syarh Al-Minhaj menjelaskan, bahwa
rukun mudharabah ada lima, yaitu : Modal, jenis usaha, keuntungan, pelafalan
transaksi dan dua pelaku transaksi [1]. Ini semua ditinjau dari
perinciannya, dan semuanya tetap kembali kepada tiga rukun diatas.

RUKUN PERTAMA : ADANYA DUA PELAKU ATAU LEBIH
Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal. Pada
rukun pertama ini, keduanya disyaratkan memiliki kompetensi (jaiz
al-tasharruf), dalam pengertian, mereka berdua baligh, berakal, rasyid
(normal) dan tidak dilarang beraktivitas pada hartanya. [2]

Sebagian ulama mensyaratkan, keduanya harus muslim atau pengelola harus
muslim. Sebab, seorang muslim tidak dikhawatirkan melakukan perbuatan riba
atau perkara haram. [3] Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal
tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang dapat
dipercaya, dengan syarat harus terbukti adanya pematauan terhadap
pengelolaan modal dari pihak muslim, sehingga terbebas dari praktek riba dan
haram. [4]

[A]. Modal
Ada empat syarat modal yang harus dipenuhi.
[1]. Modal harus berupa alat tukar atau satuan mata uang (al-naqd). Dasarnya
adalah Ijma'. [5] atau barang yang ditetapkan nilainya ketika akad menurut
pendapat yang rajih. [6]
[2]. Modal yang diserahkan harus jelas diketahui. [7]
[3]. Modal diserahkan harus tertentu
[4]. Modal diserahkan kepada pihak pengelola, dan pengelola menerimanya
langsung, dan dapat beraktivitas dengannya. [8]

Jadi dalam mudharabah, modal yang diserahkan, disyaratkan harus diketahui.
Dan penyerahan jumlah modal kepada mudharib (pengelola modal) harus berupa
alat tukar, seperti emas, perak dan satuan mata uang secara umum. Tidak
diperbolehkan berupa barang, kecuali bila nilai tersebut dihitung
berdasarkan nilai mata uang ketika terjadi akan (transaksi), sehingga nilai
barang tersebut menjadi modal mudharabah.

Conothnya, seorang memiliki sebuah mobil yang akan diserhak kepada mudharib
(pengelola modal). Ketika akad kerja sama tersebut disepakati, maka mobil
tersebut wajib ditentukan nilai mata uang saat itu, misalnya disepakati
Rp.80.000.000, maka modal mudharabah tersebut adalah Rp.80.000.000.

Kejelasan jumlah modal ini menjadi syarat, karena untuk menentukan pembagian
keuntungan. Apabila modal tersebut berupa barang dan tidak diketahui
nilainya ketika akad, bisa jadi barang tersebut berubah harga dan nilainya,
seiring berjalannya waktu, sehingga dapat menimbulkan ketidak jelasan dalam
pembagian keuntungan.

[B]. Jenis Usaha
Jenis usaha disini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
[1]. Jenis usaha tersebut di bidang perniagaan
[2]. Tidak menyusahkan pengelola modal dengan pembatasan yang
menyulitkannya. Misalnya, harus berdagang permata merah delima atau mutiara
yang sangat jarang sekali adanya. [9]
[3]. Asal dari usaha dalam mudharabah adalah di bidang perniagaan dan yang
terkait dengannya, serta tidak dilarang syariat. Pengelola modal dilarang
mengadakan transaksi perdagangan barang-barang haram, seperti daging babi,
minuman keras dan sebagainya. [10]
[4]. Pembatasan waktu penanaman modal. Menurut pendapat madzhab Hambaliyah,
dalam kerja sama penanaman modal ini, dipebolehkan membatasi waktu usaha,
[11] dengan dasar diqiyaskan (dianalogikan) dengan system sponsorship pada
satu sisi, dan dengan berbagai criteria lain yang dibolehkan, pada sisi
lainnya. [12]

[C]. Keuntungan
Setiap usaha yang dilakukan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Demikian
juga dengan mudharabah. Namun dalam mudharabah pendapatan keuntungan itu
disyaratkan dengan empat syarat.
[1]. Keuntungan, khusus untuk kedua pihak yang bekerja sama, ayitu pemilik
modal (investor) dan pengelola modal. Seandainya sebagian keuntungan
disyaratkan untuk pihak ketiga, misalnya dengan menyatakan "Mudharabah
dengan pembagian 1/3 keuntungan untukmu, 1/3 keuntungan untukku dan 1/3 lagi
untuk isteriku atau orang lain", maka tidak sah, kecuali disyaratkan pihak
ketiga ikut mengelola modal tersebut, sehingga menjadi qiradh bersama dua
orang. [13] Seandainya dikatakan "Seapruh keuntungan untukku dan sepruhnya
untukmu, namun separuh dari bagianku untuk isteriku", maka ini sah, karena
ini akad janji hadiah kepada isteri. [14]
[2]. Pembagian keuntungan untuk berdua, tidak boleh hanya untuk satu pihak
saja. Seandainya dikatakan : "Saya bekerja sama mudharabah denganmu, dengan
keuntungan sepenuhnya untukmu", maka yang demikian ini menurut madzhab
Syafi'i tidak sah. [15]
[3]. Keuntungan harus diketahui secara jelas.
[4]. Dalam transaksi tersebut ditegaskan prosentase tertentu bagi pemilik
modal (investor) dan pengelola. Sehingga keuntungannya dibagi sebagaimana
telah ditentukan prosentasenya, seperti : setengah, sepertiga atau
seperempat. [16] Apabila ditentukan nilainya, contohnya jika dikatakan,
"Kita bekerja sama mudharabah dengan pembagian keuntungan untukmu satu juta,
dan sisanya untukku", maka akad mudharabah demikian ini tidak sah. Demikian
juga bila tidak jelas prosentasenya, seperti "Sebagian untukmu dan sebagian
lainnya untukku".

Adapun Dalam Pembagian Keuntungan Perlu Sekali Melihat Hal-Hal Berikut.
[1]. Keuntungan berdasarkan kesepakatan dua belah pihak, namun kerugian
hanya ditanggung pemilik modal. [17]

Ibnu Qudamah di dalam Syrahul Kabir menyatakan, keuntungan sesuai dengan
kesepakatan berdua. Lalu dijelaskan dengan pernyataan, maksudnya, dalam
seluruh jenis sayrikah. Hal itu tidak terdapat perselisihan dalam mudharabah
murni.

Ibnu Mundzir menyatakan, para ulama bersepakat, bahwa pengelola berhak
memberikan syarat atas pemilik modal 1/3 keuntungan atau ½, atau sesuai
kesepakatan berdua setelah hal itu diketahui dengan jelas dalam bentuk
prosentase. [18]

[2]. Pengelola modal hendaknya menentukan bagiannya dari keuntungannya.
Apabila keduanya tidak menentukan hal tersebut, maka pengelola mendapatkan
gaji yang umum, dan seluruh keuntungan merupakan milik pemilik modal
(investor). [18]

Ibnu Qudamah menyatakan, di antara syarat sah mudharabah adalah, penentuan
bagian (bagian) pengelola modal, karena ia berhak mendapatkan keuntungan
dengan syarat sehingga tidak ditetapkan kecuali dengannya. Seandainya
dikatakan "ambil harta ini secara mudharabah" dan ketika akan tidak
dsiebutkan bagian untuk pengelola sedikitpun dari keuntungan, maka
keuntungan seluruhnya untuk pemilik modal. Demikian pula kerugian ditanggung
oleh pemilik modal. Adapun pengelola modal, ia mendapatkan gaji sebagaimana
umumnya. Inilah pendapat Ats-Tsauri, Asy-Syafi'i, Ishaaq, Abu Tsaur dan
Ashab Ar-Ra'i (Hanafiyah). [20]. Ibnu Qudamah merajihkan pendapat ini.

[3]. Pengelola modal tidak berhak menerima keuntungan sebelum menyerahkan
kembali modal secara sempurna. Berarti, tidak seorangpun berhak mengambil
bagian keuntungan sampai modal diserahkan kepada pemilik modal. Apabila ada
kerugian dan keuntungan, maka kerugian ditutupi dari keuntungan tersebut,
baik kerugian dan keuntungan dalam satu kali, atau kerugian dalam satu
perniagaan dan keuntungan dari perniagaan yang lainnya. Atau yang satu dalam
satu perjalnan niaga, dan yang lainnya dari perjalanan lain. Karena makna
keuntungan adalah, kelebihan dari modal. Dan yang tidak ada kelebihannya,
maka bukan keuntungan. Kami tidak tahu ada perselisihan dalam hal ini. [21]

[4]. Keuntungan tidak dibagikan selama akad masih berjalan, kecuali apabila
kedua pihak saling ridha dan sepakat. [22]

Ibnu Qudamah menyatakan, jika dalam mudharabah tampak adanya keuntungan,
maka pengelola tidak boleh mengambil sedikitpun darinya tanpa izin pemilik
modal. Dalam masalah ini, kami tidak menemukan adanya perbedaan di antara
para ulama.

Tidak Dapat Melakukannya Karena Tiga Hal
[a]. Keuntungan adalah cadangan modal, karena tidak bisa dipastikan tidak
adanya kerugian yang dapat ditutupi dengan keuntungan tersebut, sehingga
berakhir hal itu tidak menjadi keuntungan.
[b]. Pemilik modal adalah mitra usaha pengelola sehingga ia tidak memiliki
hak membagi keuntungan tersebut untuk dirinya.
[c]. Kepemilikannya atas hal itu tidak tetap karena mungkin sekali keluar
dari tangannya untuk menutupi kerugian.

Namun apabila pemilik modal mengizinkan untuk mengambil sebagiannya, maka
diperbolehkan karena hak tersebut milik mereka berdua. [23]

[5]. Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak
sebelum dilakukan perhitungan akhir atas usaha tersebut.
Sesungguhnya hak kepemilikan masing-masing pihak terhadap keuntungan yang
dibagikan bersifat tidak tetap, sebelum berakhirnya pernjanjian dan sebelum
seluruh usaha bersama tersebut dihitung. Adapun sebelum itu, keuntungan yang
dibagikan itupun masih bersifat cadangan modal yang digunakan menutupi
kerugian yang bisa saja terjadi di kemudian, sebelum dilakukan perhitungan
akhir.

Perhitungan Akhir Untuk Menetapkan Hak Kepemilikan Keuntungan, Aplikasinya
Bisa Dua Macam.
[a]. Perhitungannya di akhir usaha. Dengan cara ini, pemilik modal bisa
menarik kembali modalnya dan menyelesaikan ikatan kerjasama antara kedua
belah pihak.
[b]. Finish Cleansing terhadap kalkulasi keuntungan.Yakni dengan cara asset
yang dimilikinya dituangkan terlebih dahulu, lalu menetapkan nilainya secara
kalkulatif. Apabila pemilik modal mau, maka dia bisa mengambilnya. Tetapi
kalau ia ingin diputar kembali, berarti harus dilakukan perjanjian usha
baru, bukan meneruskan usaha yang lalu. [24]

RUKUN KETIGA : PELAFALAN PERJANJIAN (SHIGHAH TRANSAKSI)
Shighah adalah, ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku
transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shighah ini terdiri dari
ijab qabul

Transaksi mudharabah atau syarikah dianggap sah dengan perkataan dan
perbuatan yang menunjukkan maksudnya. [25]

Demikian rukun-rukun yang harus dipenuhi dalam kerja sama mudharabah, yang
semestinya dipahami secara bersama oleh masing-masing pihak. Sehingga
terbangunlah mua'amalah yang shahih dan terhindar dari sifat merugikan pihak
lain. Wallahu a'lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183]
__________
Foote Note
[1]. Lihat Takmilah al-Majmu Syarhu al-Muhadzab Imam an-Nawawi, oleh
Muhammad Najib al-muthi'i yang digabung dengan kitab Majmu Syarhu
al-Muhadzab (15/148).
[2]. Al-Fiqh Al-Muyassar, Bagian Fiqih Mu'amalah karya Prof Dr Abdullah bin
Muhammad ath-Thayar. Prof Dr Abdullah bin Muhammad al-Muthliq dan Dr
Muhammad bin Ibrahim Alimusaa, Cetakan Pertama, Th 1425H, hal. 169
[3]. Lihat al-Bunuk al-Islamiyah Baina an-Nadzariyat wa Tathbiq, karya Prof
Dr Abdullah bin Muhammad ath-Thayar., Cetakan Kedua, Th 1414H, Muassasah
al-Jurais, Riyadh, KSA, hal. 123
[4]. Lihat kitab Ma'la Yasa'u at_tajir Jahluhu, karya Prof.Dr Abdullah
al-Mushlih dan Prof.Dr Shalah ash-Shawi. Telah diterjemahkan dalam edisi
bahasa Indonesia, oleh Abu Umar Basyir, dengan judul Fiqih Ekonomi Islam,
Penerbit Darul Haq, Jakarta, Hal. 173
[5]. Lihat Maratib al-Ijma, karya Ibnu Hazm, tanpa tahun dan cetakan,
Penerbit Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Beirut, hal.92 dan Takmilah al-Majmu, op,
cit (15/143)
[6]. Pendapat inilah yang dirajihkan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam asy-Syarhu
al-Mumti, op.cit (4/258)
[7]. Al-Bunuk al-Islamiyah, op.cit hal.123 dan Takmilah al-Majmu op.cit(15/144)
[8]. Takmilah al-Mjamu, op.cit. (15/145)
[9]. Ibid (15/146-147)
[10]. Lihat Fiqih Ekonomi Keuangan Islam, op.cit. hal.176
[11]. Al-Mughni,karya Ibnu Qudamah, tahqiq Abdullah bin Abdul Muhsin
at-turki, Cetakan Kedua, Tahun 1412H, Penerbit Hajr, (7/177)
[12]. Fikih Ekonomi Keuangan Islam, op. cit.177
[13]. Lihat Juga al-mughni, op.cit (7/144)
[14]. Takmilah al-Majmu, op.cit. (15/160)
[15]. Inid (15/159)
[16]. Lihat Maratib al-Ijma, op.cit.hal.92, asy-Syarhu al-Mumti, op.cit.
(4/259) dan Takmilah al-Majmu.op.cit. (15/159-160).
[17]. Masalah kerugian lihat artikel "Membagi Kerugian Dalam Mudharabah".
[18]. Al-Mughn, op.cit. (7/138)
[19]. Al-Bunuk al-Islamiyah, op.cit.hal.123
[20]. Al-Mughni, op.cit. (7/140)
[21]. Ibid (7/165)
[22]. Al-Bunuk al-Islamiyah, op.cit. 123
[23]. Al-Mughni, op.cit. (7/172)
[24]. Fiqih Ekonomi Keuangan Islam, op.cit, hal. 181-182
[25]. Al-Fiqh Al-Muyassar, op.cit, hal. 169

Teh Celup?

Anda gemar minum teh? Dan, sebagai manusia modern Anda tentu suka segala sesuatu yang praktis, kan ? Nah, Anda tentu sering minum teh menggunakan teh celup. Selain karena suka rasa teh, mungkin Anda minum teh karena yakin akan berbagai khasiat teh. Misalnya, teh merah untuk relaksasi, teh hitam untuk pencernaan, atau teh hijau untuk melangsingkan tubuh. Namun, apa Anda terbiasa mencelupkan kantong teh celup berlama-lama?

Mungkin, pikir Anda, semakin lama kantong teh dicelupkan dalam air panas, makin
banyak khasiat teh tertinggal dalam minuman teh... Padahal, yang terjadi justru sama sekali berbeda! Kandungan zat klorin di kantong kertas teh celup akan larut. Apalagi jika Anda mencelupkan kantong teh lebih dari 3-5menit.

Klorin atau chlorine, zat kimia! yang lazim digunakan dalam industri kertas. Fungsinya, disinfektan kertas, hingga kertas bebas dari bakteri pembusuk dan tahan lama. Selain itu, kertas dengan klorin memang tampak lebih bersih. Karena disinfektan, klorin dalam jumlah besar tentu berbahaya. Tak jauh beda dari racun serangga. Banyak penelitian mencurigai kaitan antara asupan klorin dalam tubuh manusia dengan kemandulan pada pria, bayi lahir cacat, mental terbelakang, dan kanker.

Nah, mulai sekarang, jangan biarkan teh celup Anda tercelup lebih dari 5 menit . Atau, kembali ke cara yang sedikit repot, misal menggunakan daun teh atau teh serbuk / bubuk.

Buat yang pernah berkunjung ke pabrik kertas/pulp, mungkin tahu bahwa chlorine ini
adalah senyawa kimia yang sangat jahat dengan lingkungan dan manusia, khususnya
dapat menyerang syaraf dsb! Dari kejauhan pabrik mudah dilihat jika ada asap berwarna kuning yang mengepul dari pabrik, itu bukan asap biasa tapi chlorine gas.

Makanya industri ini mendapat serangan hebat dari LSM lingkungan karena hal di atas
disamping juga masalah kehutanan. Kertas terbuat dari bubur pulp yang berwarna coklat tua kehitaman. Agar serat berwarna putih, diperlukan sejenis bahan pengelantang (sejenis rinso/baycline) senyawa chlorine yang kekuatan sangat keras sekali!

Kertas sama dengan kain, karena memiliki serat. Kalau anda mau uji bener apa tidaknya, silahkan coba nanti malam bawa tissue ke Studio East, lihatlah tissue akan
mengeluarkan cahaya saat kena sinar ultraviolet dari lampu disco! Berarti masih mengandung chlorine tinggi.

Kalau di negara maju, produk ini harus melakukan proses neutralization dgn biaya
cukup mahal agar terbebas dari chlorine dan dapet label kesehatan.

Tissue atau kertas makanan dari negera maju yang dapat label Depkesnya tidak
bakalan mengeluarkan cahaya tsb saat kena UV. Kertas rokok samimawon, bahkan ada
calsium carbonat agar daya bakarnya sama dengan tembakau dan akan terurai jadi CO
saat dibakar. Di Indonesia tidak ada yang kontrol, jadi harap berhati-hati. 

.

Sunday, March 11, 2007

Gelapnya Hati

menurut Abdullah bin Mas\'ud, ada 4 yang termasuk penyebab hati menjadi gelap. yaitu :
1. Perut yang terlalu kenyang
2. Berteman dngan orang-orang yang dzalim
3. Sering melupakan dosa yang pernah di lakukan
4. Banyak berkhayal.

sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : \"sesuatu yag sangat aku khawatirkan atas dirimu itu ada 2, yaitu : Mengikuti kehendak nafsu dan banyak berkhayal. Mengikuti kehendak nafsu berarti menjauhi kebenaran, sedangkan banyak lamunan dapat mendorong untuk mencintai dunia\" ( HR Ibnu Abd.Dunya )

Apa yang bisa menerangi hati..??

Ada 4 hal yang dapat menerangai hati seseorang, yaitu :

1. Perut lapar, kondisi perut yang lapar dapat mendorong seseorang untuk bangun malam, juga dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah.

2. Berteman dengan orang-orang shaleh

3. Selalu teringat dosa yang pernah dilakukan dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi

4. Tidak banyak berkhayal.

Zinedine Zidane Nyamar

Dari Agus Taufik lagi. Ini nih ceritanya:

 

Sekembalinya dari Kejuaraan Piala Dunia lalu, pemain-pemain Tim Perancis karena dirundung rasa malu yang amat sangat memutuskan untuk menyamar agar tidak dikenali orang.

 

Zizou (panggilan akrab Zidane) dengan samaran sebagai pastur (kepala dengan rambut jarang sudah mendukung) berjalan-jalan di tempat mejeng terkenal di Paris, Champs Elysees. Tiba-tiba nenek-nenek menyapa "Hai Zizou"

 

Kesal, Zizou segera bergegas pulang untuk merubah samarannya, kali ini sebagai syekh Arab. Kemudian ia kembali melanjutkan acara jalan-jalan di Champs Elysees. Untuk kali ke-dua ia berpapasan dengan nenek-nenek tadi yang kembali menyapa "Hai Zizou"

 

Masih dalam keadaan terheran-heran ia datangi si nenek dan bertanya dengan nada sopan "Maaf bagaimana anda dapat mengenali saya ?"

Dan nenek menjawab "Loe goblok kali ye, ini gue Barthez !!"

Tentang "J"

Aku dapat forward-an email dari Agus Taufik, temanku. Ini nih ceritanya:

Satu hari Sultan merasa sungguh "boring n bete abis", jadi dia
  Tanya Bendahara, "Bendahara, siapa paling pandai saat ini?"
"Abunawas" jawab Bendahara. Sultan pun manggil Abunawas n baginda
  bertitah : "Kalau kamu pandai, coba buat satu cerita seratus kata
tapi setiap kata mesti dimulai dengan huruf 'J'. 

Terperanjat Abunawas, tapi setelah berfikir, diapun mulai
  bercerita:

Jeng Juminten judes, jelek jerawatan, jari jempolnya jorok.
Jeng juminten jajal jualan jamu jarak jauh Jogya-Jakarta. Jamu
jagoannya: jamu jahe. "Jamu-jamuuu..., jamu jahe-jamu jaheee...!"
Juminten jerit-jerit jajakan jamunya, jelajahi jalanan.

Jariknya jatuh, Juminten jatuh jumpalitan. Jeng Juminten
jerit-jerit: "Jarikku jatuh, jarikku jatuh..." Juminten jengkel,
jualan jamunya jungkir-jungkiran, jadi jemu juga. 

Juminten jumpa Jack, jejaka Jawa jomblo, juragan jengkol, jantan,
juara judo. Jantungnya Jeng Juminten judes jadi jedag-jedug.
Juminten janji jera jualan jamu, jadi julietnya Jack. 

Johny justru jadi jelous Juminten jadi juliet-nya Jack. Johny juga
jejaka jomblo, jalang, juga jangkung. Julukannya, Johny Jago Joget.
"Jieehhh, Jack jejaka Jawa, Jum?" joke-nya Johny. Jakunnya jadi
jungkat-jungkit jelalatan jenguk Juminten. "Jangan jealous, John..."
jawab Juminten. 

Jumat, Johny jambret, jagoannya jembatan Joglo jarinya jawil-jawil
jerawatnya Juminten. Juminten jerit-jerit: "Jack, Jack, Johny jahil,
jawil-jawil!!!" Jack jumping-in jalan, jembatan juga jemuran. Jack
jegal Johny, Jebreeet..., Jack jotos Johny. Jidatnya Johny jenong,
jadi jontor juga jendol... jeleekk. "John, jangan jahilin
Juminten...!" jerit Jack. Jantungnya Johny jedot-jedotan, "Janji,
Jack, janji... Johnny jera," jawab Johny. Jack jadikan Johny join
jualan jajan jejer Juminten. 

Jhony jadi jongosnya Jack-Juminten, jagain jongko, jualan jus
jengkol  jajanan jurumudi jurusan Jogja-Jombang, julukannya Jus
Jengkol Johny "Jolly-jolly Jumper." Jumpalagi, jek........!!! 

Jeringatan : Jangan joba-joba jikin jerita jayak jini jagi ja...!!!
JUSAH...!!!
Template Designed by Douglas Bowman - Updated to New Blogger by: Blogger Team
Modified for 3-Column Layout by Web Links and Articles Directory