Sunday, April 15, 2007

SESEORANG ITU BERSAMA ORANG YANG IA CINTAI

Oleh : asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di رحمه الله

Dari Abu Musa al-Asy'ari رضي الله عنه, ia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ

"Seseorang itu bersama orang yang ia cintai." [Muttafaqun alaihi]

Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk menguatkan cinta kepada para Rasul dan ittiba' kepada mereka sesuai dengan tingkatan-tingkatannya, serta tahdzir (peringatan) dari cinta kepada lawan mereka. Karena sesungguhnya cinta (al-Mahabbah) merupakan tanda kuatnya hubungan antara orang yang mencintai dengan yang dicintai, dan kesesuaiannya dengan akhlak orang yang dicintai serta tanda bahwa ia mengikuti orang yang dicintainya itu. Yang demikian merupakan tanda adanya al-Mahabbah dan merupakan pembangkit al-Mahabbah.

Dan juga, barangsiapa yang mencintai Alloh ta'ala maka rasa cintanya tersebut merupakan sebesar-besar hal yang mendekatkan dirinya kepada Alloh. Karena sesungguhnya Alloh تعالى Maha Mensyukuri, Dia membalas orang yang mendekatkan diri kepada-Nya lebih besar -dengan balasan yang belipat ganda- daripada yang dilakukan orang tersebut. Dan termasuk syukur Alloh تعالى adalah : mempertemukannya dengan orang yang dicintainya, walaupun amalan orang yang mencintai itu sedikit. Alloh berfirman :

وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقًا

"Barangsiapa menta'ati Alloh dan Rasul, maka mereka bersama orang-orang yang telah Alloh beri nikmat kepada mereka dari para Nabi, para orang yang Shiddiq, para Syuhada' dan orang-orang sholeh, dan mereka adalah sebaik-baik teman." [QS an-Nisa : 69]

Oleh karena itu Anas berkata :

مَا فَرِحْنَا بِشَيءٍ فَرِحْنَا بِقَولِهِ صلى الله عليه وسلم : " المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ. قَالَ: فَأَنَا أَحَبَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، وَأَبَا بَكَرٍ، وَعُمَرَ، فَأَرْجُوْ أَنْ أَكُوْنَ مَعَهُمْ

"Kami tidak pernah bergembira sebagaimana gembiranya kami dengan sabdanya صلى الله عليه وسلم : "seseorang itu bersama orang yang ia cintai", Anas berkata : "Aku mencintai Rasulullah صلى الله عليه وسلم, Abu Bakar dan Umar. Dan aku berharap dapat bersama mereka." [1]

Dan Alloh berfirman :

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ

"surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang sholeh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu." [QS. ar-Ro'du : 23]

Dan Alloh berfirman :

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ

"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka." [QS. ath-Thur : 21]

Dan ini merupakan kenyataan, jika seseorang mencintai orang-orang yang baik, engkau  melihat ia termasuk mereka, ia bersemangat untuk menjadi seperti mereka. Dan jika seseorang mencintai orang-orang yang buruk, ia termasuk mereka, dan ia beramal seperti amalan mereka.

Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda :
ا
لْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ

 "(Agama) seseorang itu sesuai dengan agama teman dekatnya, maka perhatikanlah dengan siapa kalian berteman dekat." [2]

ومثل الجليس الصالح، كحامل المسك: إما أن يَحْذيك وإما أن يبيعك، وإما أن تجد منه رائحة طيبة، ومثل الجليس السوء كنافخ الكِيْر: إما أن يحرق ثيابك، وإما أن تجد منه رائحة خبيثة

"Permisalan teman duduk yang baik/ sholeh seperti pembawa misk, mungkin ia akan memberimu, atau menjualnya kepadamu atau mungkin engkau akan mendapati darinya bau yang wangi. Dan permisalan teman duduk yang buruk seperti peniup bara api, mungkin ia akan membakar pakaianmu dan mungkin engkau akan mendapati darinya bau yang tidak sedap." [3]

Dan jika ini adalah dalam cinta antara sesama makhluk, maka bagaimana dengan orang yang cinta kepada Alloh dan mendahulukan cinta dan takutnya di atas segala sesuatu? Sesunguhnya ia bersama Alloh, dan telah menghasilkan pendekatan yang sempurna dari-Nya. Yaitu kedekatan orang yang saling mencintai, dan Alloh bersamanya. Maka :
إ
ِنَّ اللّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ

"Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan." [4]

Dan macam-macam kebaikan yang paling tinggi adalah kecintaan kepada Ar-Rohim Al-Karim Ar-Rohman dengan cinta yang disertai dengan pengetahuan tentang-Nya.

Maka kita memohon kepada Alloh agar memberi rizki kepada kita dengan kecintaan kepada-Nya dan kepada orang yang mencintainya serta kecintaan kepada amal yang bisa mendekatkan untuk cinta kepada-Nya. Sesungguhnya Alloh Maha Dermawan (الجواد) dan Maha Pemurah (الكريم). Dan Taufiq hanya milik Alloh.

***

[Diterjemahkan dari kitab Syarh Jawami'il Akhbar karya asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, hadits ke-84, sumber : http://sahab.org. Catatan kaki oleh Abu SHilah]

——————————-
Catatan Kaki :

[1] HR. al-Bukhori (3485), Muslim (2639), Ahmad (13395), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1336) dan Ibnu Mandah dalam Kitabul Iman (1/439).

[2] HR. Ahmad (8398), Abu Dawud (4833), at-Tirmidzi (2378), Ahmad (8389), al-Hakim (7319), ath-Thoyalisi (2573), al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman (9436, 9438, ), Abu Nu'aim dalam al-Hilyah (3/165), Ishaq bin Rohawaih dalam Musnad-nya (351), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1431), dll.

[3] Kami belum menemukan hadits ini dengan lafadz ini -Wallahu A'lam-, akan tetapi banyak riwayat-riwayat lain yang semakna dengan lafadz ini, seperti :

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

"Permisalan teman duduk yang sholeh dan teman duduk yang buruk adalah seperti pembawa misk (sejenis minyak wangi, pent) dan peniup bara api. Orang yang membawa misk, mungkin ia akan memberimu (misk) atau engkau membeli darinya atau engkau akan mendapatkan darinya bau wangi. Adapun peniup bara api, mungkin ia akan membakar bajumu atau engkau akan mendapatkan bau yang tidak sedap."

[HR. al-Bukhori (5214), Muslim (2628), dll]

[4] QS an-Nahl : 128.

Thursday, April 12, 2007

Metamorfosa Obsesi(c) - 1


Umur anda sekarang berapa? 25,30,40, 50 tahun? Atau lebih dari 50 tahun? Jika anda sekarang berusia 40 tahun, sebagai misal, itu artinya anda telah  mengalami berbagai fase yang penting dalam hidup anda.  Mulai anda dilahirkan, masa kanak-kanak, masa pubertas, masa remaja, masa kuliah (bagi yang berkesempatan kuliah) dan bekerja. Di antara itu masih ada sub fase (kalau boleh saya menyebutnya), seperti masa mengenal lawan jenis dan memutuskan untuk berumah tangga dsb. Sejauh ini, anda telah mengenyam pengalaman hidup selama 40 tahun, dikurangi masa-masa anda dimana ingatan anda seperti kehilangan catatannya, yaitu masa bayi sampai umur dimana anda sudah mempunyai memori tentang masa-masa itu.Ya , kalau saya kira-kira umur 3,5 -4 tahun, saya sudah punya kenangan di usia itu.

Tiap-tiap masa perkembangan manusia tentunya memiliki obsesi yang berlainan, yang terungkap maupun tidak. Obsesi menurut saya itu adalah hasrat dari dalam diri manusia yang dengan semangat menggebu-gebu untuk dapat diwujudkan di kehidupan nyata. Kadang-kadang sampai terbawa dalam mimpi. Oleh karena itu, saya ingin mengemukakan pemikiran baru (atau setidaknya sepengetahuan saya belum ada yang mengemukakan hal ini), yaitu Metamorfosa Obsesi©. 

Kenapa disebut Metamorfosa Obsesi©?  Karena obsesi tiap-tiap orang mengalami perkembangan obsesi, yang semakin lama semakin kompleks, tapi ada juga yang semakin sederhana.  Perubahan obsesi bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:

  1. Usia

      Saat masih kanak-kanak, obsesi kita masih seputar tentang makanan, atau jenis permainan.  Pada masa ini lebih banyak berkaitan dengan kesenangan sesaat, untuk jangka waktu yang pendek, berhubungan dengan pemenuhan keinginan jasmani. Ingatan saya yang paling melekat sampai sekarang adalah saya pingin sekali sekolah (TK) pakai baju batik. Maka di suatu pagi saya menolak disuruh berangkat ke sekolah.Kecuali dibelikan baju batik. Bapak sudah membujuk dengan berjaji akan dibelikan nanti setelah pulang sekolah. Saya tetap nggak mau.Hasilnya? Menangis meraung-raunglah saya sebab bapak malah memberi hadiah "jewer, cethot" dll. Tapi setelah saya diam, mau dimandikan, bapak lalu mengajak ke pasar terdekat buat beli baju batik.  Langsung dua sekaligus.  Mungkin bapak merasa bersalah marah-marah sama saya…:-)

Meningkat umur kita memasuki masa pubertas, obsesi tidak sekedar kesenangan jasmani, tapi juga untuk jiwa meskipun baru tataran dasarnya. Sudah  mengarah pada aktualisasi diri.  Ada upaya untuk memperlihatkan jati diri, agar mendapat perhatian dari orang lain.

Masa Remaja. Masa itu berputar-putar pada mulai ada ketertarikan pada lawan jenis (dalam hal ini saya tertarik pada perempuan, karena saya laki-laki).  Jadi, ini tahap awal perkembangan seksual secara fisik. Obsesinya menarik mendapatkan perhatian dari lawan jenis dengan berbagi cara.  Mulai dari nge-band, main basket dll. Tujuannya menjadi tidak murni lagi. Hal ini terjadi secara bertahap, dan akan mulai menurun pada usia tertentu.  Ketertarikan tidak hanya pada segi fisik saja tapi juga secara "chemical".

Masa awal bekerja.Kita masih penuh semangat,idealis, dan  berusaha mendapatkan penghasilan sesuai dengan kemampuan kita dengan disertai dengan keberuntungan. Obsesi kita adalah mendapatkan pkerjaan yang sesuai dengan latar belakang kita.

  1. Pendidikan

Pendidikan berpengaruh sangat besar dalam pola pembentukan obsesi.  Taruhlah seorang yang lulusan SD, sebagai landasan mencari penghidupan tentu lebih"sederhana" daripada seorang yang lulusan S2, misalnya.  Seorang lulusan S2 tentunya tidak akan mau jika diangkat sekadar sebagai seorang office boy.

 

Bersambung lain kali.

Monday, April 9, 2007

Modal untuk Usaha Dagang (Mudharabah)


Mudharabah diambil dari kata adh dharbu fil ardhi yang artinya berjalan di muka bumi untuk melakukan perdagangan.  Allah Ta'ala berfirman,
 
"Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah" (QS. Al Muzzammil : 20).
 
Dan disebut pula qiradh, yang diambil dari kata al Qardhu yang artinya al qath'u, karena si pemilik memotong sebagian dari hartanya untuk berdagang  dan sebagian yang lain dari keuntungannya.
 
Sedangkan secara istilah, mudharabah ataupun qiradh adalah seseorang menyerahkan modal tertentu kepada orang lain untuk dikelola dalam usaha perdagangan dimana keuntungannya dibagi diantara keduanya menurut persyaratan yang telah ditentukan.  Adapun kerugiannya hanya ditanggung pemodal, karena pelaksana  telah menanggung kerugian tenaganya sehingga tidak perlu dibebani oleh kerugian lainnya (Ringkasan Nailul Authar Jilid 3, hal. 162)
 
Berkaitan dengan hukum mudharabah, Imam asy Syaukani mengatakan, "Atsar-atsar ini menunjukkan bahwa mudharabah dilakukan oleh para sahabat dan tidak ada yang mengingkarinya, sehingga hal ini disimpulkan sebagai ijma' mereka mengenai bolehnya mudharabah" (Ringkasan Nailul Authar Jilid 3, hal. 167)
 
Ibnul Mundzir berkata, "Mereka (ulama) telah berijma' akan bolehnya qiradh dengan dinar dan dirham, dan mereka juga berijma' bahwa bagi si pekerja agar mensyaratkan kepada pemilik harta (untuk memperoleh) sepertiga dari keuntungan atau setengahnya atau sesuai apa yang mereka berdua sepakati atasnya setelah menjadi jelas bagiannya" (al Ijmaa', hal. 124)
 
Di dalam mudharabah, syarat atau perjanjian modal usaha itu datang dari pemodal atau sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui bersama, sebagaimana suatu atsar yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, sahabat Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam, bahwa ia mensyaratkan pada seseorang ketika ia memberinya harta pinjaman untuk modal, "Janganlah engkau menggunakannya untuk yang mempunyai hati yang basah (maksudnya hewan), jangan pula engkau membawanya mengarungi lautan dan jangan pula pada lembah-lembah yang dialiri air.  Jika engkau melakukan salah satunya engkau menanggung hartaku" (HR. ad Daraquthni no. 242 dan al Baihaqi VI/111, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil V/293)
 
Dan kerugian di dalam mudharabah ditanggung oleh pemodal, karena pelaksana telah menanggung kerugian tenaga, Imam asy Syaukani berkata,
 
"Mengenai mudharabah ada atsar lain, diantaranya dari Ali radhiyallaHu 'anHu yang diriwayatkan oleh Abdurrazaq, bahwa Ali mengatakan, 'Mudharabah yang gagal menjadi tanggungan pemodal, sedangkan keuntungannya dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan'" (Ringkasan Nailul Authar Jilid 3, hal. 167)
 
Maka dari itu di dalam mudharabah harus tumbuh sikap saling percaya terutama kepercayaan pemilik modal terhadap pelaku usaha.  Dengan demikian insya Allah keuntungan atau kerugian sekalipun yang diperoleh dapat diterima dengan lapang dada.
 
Maraji':
 
  1. Panduan Fiqih Lengkap Jilid 3, Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al Khalafi, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, Dzulhijjah 1426 H/Januari 2006 M.
  2. Ringkasan Nailul Authar Jilid 3, Syaikh Faishal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, Pustaka Azzam, Jakarta, Cetakan Pertama, November 2006.
 
Semoga Bermanfaat.
 
 


Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.  Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" (QS. An Nisaa' : 48)
 
Dari Abu Dzar ra., Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam  bersabda, "Jibril berkata kepadaku, 'Barangsiapa diantara umatmu yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka pasti dia masuk surga'" (HR. Bukhari) [Hadits ini terdapat pada Kitab Shahih Bukhari]

Ukuran Mud dan Sha’

 
Dalam beberapa hadits Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam seringkali muncul nilai suatu ukuran atau takaran seperti mud dan sha' sebagaimana dua hadits berikut :
 
Anas bin Malik radhiyallaHu 'anHu berkata,
 
"Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam berwudhu dengan satu mud dan mandi dengan satu sha' hingga lima mud" (HR. al Bukhari no. 201 dan Muslim no. 325)
 
Ibnu Umar radhiyallaHu 'anHu berkata,
 
"Rasulullah mewajibkan zakat fithri dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandum, baik atas budak, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil, maupun dewasa dari kalangan kaum muslimin" (HR. al Bukhari II/161, Muslim II/677-678, Abu Dawud no. 1611-1613, Ibnu Majah no. 1826, an Nasai V/48 dan lainnya)
 
Maka dari itu perlu kiranya kaum muslimin mengetahui ukuran-ukuran tersebut kemudian menyesuaikan dengan ukuran yang biasa dikenal, khususnya di Indonesia demi mendekatkan diri kepada sunnah Nabi ShallallaHu 'alaiHi wa sallam.
 
Di dalam al Qamus, mud adalah takaran, yaitu dua rithl (menurut pendapat Abu Hanifah) atau satu sepertiga rithl (menurut madzhab jumhur) atau sebanyak isi telapak tangan sedang, jika mengisi keduanya, lalu membentangkannya, oleh karena itu dinamailah mud (Subulus Salam, hal. 111.  Di dalam cetakan Darus Sunnah Press tertulis liter bukan rithl, dan yang masyhur adalah ucapan rithl, insya Allah ini yang benar, wallaHu a'lam)
 
Berkata al Jauhari,
 
"Al Mud dengan didhamah yaitu takaran yang beratnya satu sepertiga rithl menurut ahli Hijaz dan Imam Syafi'i serta dua rithl menurut ahli Iraq dan Imam Abu Hanifah, serta satu sha' sama dengan empat mud" (Lisaanul Arab 3/400)
 
Ibnu Manzhur rahimahullah mengatakan,
 
"Dan mud itu merupakan bentuk dari takaran yaitu seperempat sha', itulah kadar mud-nya Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam, jamaknya adalah amdaad, midad dan midaad" (Majalah an Nashihah Vol 11 tahun 1427 H, hal. 37)
 
Jadi dengan demikian satu sha' adalah empat mud.
 
Al Fayyumi rahimahullah berkata, "Para fuqaha berkata, 'Jika dimutlakkan istilah rithl dalam masalah furu' maka yang dimaksud adalah rithl Baghdadi'" (al Misbahul Munir hal. 230)
 
Dan Dr. Muhammad al Kharuf mengatakan, "Sekalipun terjadi perbedaan pendapat maka ukuran rithl Baghdadi sama dengan 408 gram" (al Idhah wa Tibyan, tahqiq oleh Dr. al Kharuf, hal. 56)
 
Dengan demikian jika mengikuti pendapat jumhur, maka satu mud dalam gram kurang lebih adalah 544 gram (dari satu sepertiga dikali 408) dan satu sha' kurang lebih adalah 2176 gram (dari 544 dikali 4) atau 2,176 kilogram.
 
Hai'ah Kibar Ulama di Saudi Arabia telah membahas ukuran sha' dengan kilogram, yang mana pembahasan itu berdasarkan ukuran sha' Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam yaitu sama dengan empat mud dan satu mud sama dengan sepenuh dua telapak tangan orang laki-laki sedang.
 
Namun demikian fatwa yang bersumber dari Lajnah ad Da'imah nomor 12572 menetapkan bahwa satu sha' Nabawi adalah 3 kilogram (kurang lebih) (Majmu' Fatawa Lajnah Da'imah juz 9, hal. 371), WallaHu a'lam .
 
Sedangkan Syaikh al Utsaimin berpendapat bahwa satu sha' diperkirakan setara dengan 2,04 kg jika dihitung dengan gandum berkualitas baik (al Fiqhul Islami wa Adillatuh I/142-143).
 
Jika dikonversikan dalam bentuk liter (bukan rithl !) maka menurut madzhab Syafi'i 1 sha' adalah 2,75 liter (Majalah an Nashihah vol. 11 tahun 1427 H, hal. 38), artinya satu mud adalah 0,6875 liter atau 687,5 mililiter. Sebagai perbandingan, botol minum air mineral merek aqua yang berukuran sedang berisi 600 mililiter air.
 
Jadi kalau Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam berwudhu dengan menggunakan ukuran 1 mud air berdasarkan hadits Anas bin Malik di atas, maka dapat dibayangkan betapa hematnya beliau menggunakan air untuk berwudhu.
 
Maraji' :
 
  1. Majalah an Nashihah, Vol. 11, Tahun 1427H/2006 M, hal. 37-39.
  2. Panduan Zakat, Syaikh as Sayyid Sabiq, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, Ramadhan 1426 H/Oktober 2005 M.
  3. Subulus Salam Jilid 1, Imam ash Shan'ani, Darus Sunnah Press, Jakarta, Cetakan Pertama, Juli 2006 M.
 
Semoga Bermanfaat.
 
 


Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki- Nya.  Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" (QS. An Nisaa' : 48)
 
Dari Abu Dzar ra., Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Jibril berkata kepadaku, 'Barangsiapa diantara umatmu yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka pasti dia masuk surga'" (HR. Bukhari) [Hadits ini terdapat pada Kitab Shahih Bukhari]

Wednesday, April 4, 2007

HAK ISTERI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI


Oleh :Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ketika jenjang pernikahan sudah dilewati, maka suami dan isteri haruslah saling memahami kewajiban-kewajiban dan hak-haknya agar tercapai keseimbangan dan keserasian dalam membina rumah tangga yang harmonis.

Di antara kewajiban-kewajiban dan hak-hak tersebut adalah seperti yang tersurat dalam sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, dari Shahabat Mu'awiyah bin Haidah bin Mu'awiyah al-Qusyairi radhiyallaahu 'anhu bahwasanya dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, "Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?" Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab:

1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan,
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau ber-pakaian,
3. Janganlah engkau memukul wajahnya,
4. Janganlah engkau menjelek-jelekkannya, dan
5. Janganlah engkau meninggalkannya melainkan di dalam rumah (yakni jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah)." [1]

[1]. ENGKAU MEMBERINYA MAKAN APABILA ENGKAU MAKAN
Memberi makan merupakan istilah lain dari memberi nafkah. Memberi nafkah ini telah diwajibkan ketika sang suami akan melaksanakan 'aqad nikah, yaitu dalam bentuk mahar, seperti yang tersurat dalam Al-Qur'an, surat al-Baqarah ayat 233.

Allah berfirman

"Artinya : …Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya." [Al-Baqarah : 233]

Bahkan ketika terjadi perceraian, suami masih berkewajiban memberikan nafkah kepada isterinya selama masih dalam masa 'iddahnya dan nafkah untuk mengurus anak-anaknya. Barangsiapa yang hidupnya pas-pasan, dia wajib memberikan nafkah menurut kemampuannya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Artinya : ...Dan orang yang terbatas rizkinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan." [Ath-Thalaq : 7]

Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban seseorang untuk memberikan nafkah, meskipun ia dalam keadaan serba kekurangan, tentunya hal ini disesuaikan dengan kadar rizki yang telah Allah berikan kepada dirinya.

Berdasarkan ayat ini pula, memberikan nafkah kepada isteri hukumnya adalah wajib. Sehingga dalam mencari nafkah, seseorang tidak boleh bermalas-malasan dan tidak boleh menggantungkan hidupnya kepada orang lain serta tidak boleh minta-minta kepada orang lain untuk memberikan nafkah kepada isteri dan anaknya. Sebagai kepala rumah tangga, seorang suami harus memiliki usaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai kemampuannya.

Perbuatan meminta-minta menurut Islam adalah perbuatan yang sangat hina dan tercela. Burung saja, yang diciptakan oleh Allah 'Azza wa Jalla tidak sesempurna manusia yang dilengkapi dengan kemampuan berpikir dan tenaga yang jauh lebih besar, tidak pernah meminta-minta dalam mencari makan dan memenuhi kebutuhannya. Dia terbang pada pagi hari dalam keadaan perutnya kosong, dan kembali ke sarangnya pada sore hari dengan perut yang telah kenyang. Demikianlah yang dilakukannya setiap hari, meski hanya berbekal dengan sayap dan paruhnya.

Dalam mencari rizki, seseorang hendaknya berikhtiar (usaha) terlebih dahulu, kemudian bertawakkal (menggantungkan harapan) hanya kepada Allah, sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka sungguh kalian akan diberikan rizki oleh Allah sebagaimana Dia memberikan kepada burung. Pagi hari burung itu keluar dalam keadaan kosong perutnya, kemudian pulang di sore hari dalam keadaan kenyang." [2]

Seorang suami juga harus memperhatikan rizki-rizki yang halal dan thayyibah, untuk diberikan kepada isteri dan anaknya. Bukan dengan cara-cara yang tercela dan dilarang oleh syari'at Islam yang mulia. Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla tidak akan menerima dari sesuatu yang haram. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah Ta'ala memerintahkan kepada kaum mukminin seperti yang Dia perintahkan kepada para Rasul. Maka, Allah berfirman: 'Hai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih." [Al-Mukminuun : 51]

Dan Allah Ta'ala berfirman.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian." [Al-Baqarah : 172]

Kemudian Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan orang yang lama bepergian; rambutnya kusut; berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, 'Yaa Rabb-ku, yaa Rabb-ku,' padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi kecukupan dengan yang haram, bagaimana do'anya akan dikabulkan?" [3]

Nafkah yang diberikan sang suami kepada isterinya, lebih besar nilainya di sisi Allah 'Azza wa Jalla dibandingkan dengan harta yang diinfaqkan (meskipun) di jalan Allah 'Azza wa Jalla atau diinfaqkan kepada orang miskin atau untuk memerdekakan seorang hamba.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Uang yang engkau infaqkan di jalan Allah, uang yang engkau infaqkan untuk memerdekakan seorang hamba (budak), uang yang engkau infaqkan untuk orang miskin, dan uang yang engkau infaqkan untuk keluargamu, maka yang lebih besar ganjarannya adalah uang yang engkau infaqkan kepada keluargamu." [4]

Setiap yang dinafkahkan oleh seorang suami kepada isterinya akan diberikan ganjaran oleh Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam:

"Artinya : ...Dan sesungguhnya, tidaklah engkau menafkahkan sesuatu dengan niat untuk mencari wajah Allah, melainkan engkau diberi pahala dengannya sampai apa yang engkau berikan ke mulut isterimu akan mendapat ganjaran." [5]

Seorang suami yang tidak memberikan nafkah kepada isteri dan anak-anaknya, maka ia berdosa. Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Artinya : Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang wajib ia beri makan (nafkah)." [6]


[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2142), Ibnu Majah (no. 1850), Ahmad (IV/447, V/3, 5), Ibnu Hibban (no. 1286, al-Mawaarid), al-Baihaqi (VII/295, 305, 466-467), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (IX/159-160), dan an-Nasa'i dalam 'Isyratun Nisaa' (no. 289) dan dalam Tafsiir an-Nasa'i (no. 124). Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2344), Ahmad (I/30), Ibnu Majah (no. 4164), at-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih." Dishahihkan juga oleh al-Hakim (IV/318), dari 'Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu 'anhu.
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1015), at-Tirmidzi (no. 2989), Ahmad (II/328) dan ad-Darimi (II/300), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu.
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 995), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu.
[5]. Hadits shahih: Diriw
ayatkan oleh al-
Template Designed by Douglas Bowman - Updated to New Blogger by: Blogger Team
Modified for 3-Column Layout by Web Links and Articles Directory